kosong kali ini…
aku sebut diriku kosong. begitu aku menyebut diriku sendiri. tapi hanya kali ini. karena sebelum kali ini, aku aku lebih kosong lagi. setidaknya, kosongku kali ini karena aku sedikit menyadari dan bereaksi. seharusnya sudah berpuluh-puluh tahun silam. seharusnya, tapi begitulah aku yang selalu gagap mengisi ruang kosong dengan isi kepalaku.
mereka bilang, ada banyak cerita dari pengalaman. apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasa. itu yang aku maksud. aku sadar aku kurang peka melontarkannya, atau memang aku terlalu gagap. sepertihalnya aku gagap memulai kata, menguak rasa, dan membuka diri untuk sekadar terbaca oleh yang lain.
aku faham, bukan hanya sekarang. tapi sudah dari dulu, berpuluh-puluh tahun lamanya. karena kosong kali ini, hanya hanya sejenak membangunkan kembali apa yang sudah terbangun. ini bukanlah akhir, karena hingga detik ini, aku coba menetapkan hati untuk tetap menjadi kosong. agar aku berani membuka tentang sebuah kisah tentang aku, dia dan mereka………..
Aku hanya merasakan dan mendengarkan sebuah jeritan didalam dadaku, tentang realitas. Yang selalu mencoba menawarkan segala keindahan, sekaligus perangkapnya, tanpa sedikitpun aku sadari realitas ini akan berahir seperti apa. Mendengarkan jeritan, teriakan, dan kegalauan yang selalu menjadi bagian yang ada dikepalaku, akupun merasakan ada sesuatu, dari kebanyakan orang, sedikit mulai tidak pernah dipahami. Fikiran yang tertutup oleh realitas itu memudar, tak terbaca. Hanya bayagan-bayangan yang membelenggu, membuatku sakit, membuatku merintih, karena mataku hampir gelap. Kadang mataku menciptakan keterangan, ketika ribuan mata melihatku, ketika manusia mulai membuat telingaku bising.
adalah teriakan sebuah nyanyian tentang kekelaman, yang diperbuat anak manusia. Coba kamu pahami, amati, apa maksud dibalik kata-kata dibawah, apakah penyesalan, atau tidak ada pilihan lain, atau keterpaksaan..???
Psychosocial
I did my time and I want out, so abusive
Fate, it doesn’t cut, the soul is not so vibrant
The reckoning, the sickening
Back at you, subversion, pseudo-sacred, psycho virgin
Go tell your classes, go dig you graves
Then fill your mouth with all the money you will save
Sinking in, getting smaller again
Undone, it has begun, I’m not the only one
And the rain wil kill us all
If we throw ourselves against the wall
But no one else can see
The preservation of the martyr in me
Psychosocial, psychosocial, psychosocial
Psychosocial, psychosocial, psychosocial
Oh, there are cracks in the road we lay
From when the devil fell, the secrets have gone mad
This is nothing new but would we kill it all
Fate was all we had
Who needs another mess, we could star over
Just look me in the eyes and say I’m wrong
Now there’s only emptiness but but I’m missing something
I think we’re done, I’m not the only one
And the rain will kill us all
If we throw ourselves against the wall
But no one else can see
The preservation of the martyr in me
Psychosocial, psychosocial, psychosocial
Psychosocial, psychosocial, psychosocial
The limit of the dead!
The limit of the dead!
The limit of the dead!
Fake and defenseless lie
(Psychosocial)
I tried to tell you first
(Psychosocial)
Your hurtful lies are giving out
(Psychosocial)
Can’t stop the killing
(Psychosocial)
I can’t help if it’s hunting season
(Psychosocial)
Is this what you want?
(Psychosocial)
I’m not the only one
And the rain will kill us all
If we throw ourselves against the wall
But no one else can see
The preservation of the martyr in me
The limit of the dead!
The limit of the dead!
LikeLike
Biarkan suara hati itu menjadi bagian dari langkah hidup ini dan teruslah mengungkapkan segala isi dadamu untuk selalu ada, dan menjadi teman bagi yang membutuhkanmu…
naluri itu mengingatkan seorang puitis yang meneriakan segala isi hatinya..
dengarkan..!!!
BISIKAN NURANI DI KALA SUNYI-SEPI
1. DIAM
(Untuk mengenang setiap hamba Allah)
Hari itu
Aku membisu
Tanpa kata
Diam seribu pekik
Tak tergoda berceloteh
Tak berhasrat bercengkerama
Diam
Hanya diam
Padahal
Banyak kata pujian nan merdu
Dilontarkan kepadaku
Seharusnya aku tersanjung
Hari itu
Aku bungkam
Tanpa kalimat
Diam seribu bahasa
Tak tergoda bertutur
Tak berhasrat berujar
Diam
Cuma diam
Padahal banyak caci-maki dan hinaan
Diarahkan kepadaku
Seharusnya aku membela diri
Tapi ternyata
Aku diam
Hanya diam
Diam sepenuh diri
Diam setulus hati
Ya hari itu …
Aku belajar berlapang hati
Aku belajar bersabar diri
Dalam diam
Diam itu ternyata indah
Tapi bagaimana dengan hari ini?
Apakah aku akan terus diam?
Hening saja?
Tetap membisu?
Hari ini
Sungguh, aku akan lebih diam
Semakin tak terusik
Kian menjauh dari berkata-kata
Dan ternyata,
Oh, alangkah indah tak terkatakan lebih diam itu.
Lauropoli-Calabria, 27 Desember 2008
2. AKU DAN DIKAU
Aku?
Ketiadaan
Debu
Penyangkalan Petrus
Diingatkan kokokan ayam
Pengkhianatan Yudas
Kekalahan belaka
Kayu lapuk
Mati
Fosil
Tinggal nama
Akhirnya dilupakan.
Dikau?
Ada
Batu Karang Sejati
Kesetiaan
Kasih
Hidup
Kemenangan semata-mata
Ada Segala
Abadi.
Suai Kamanasa, 26 Oktober 2006
3. NYANYIAN DUKA RAKYAT
Aku mencoba bernyanyi
Dengan nada-nada rakyatku
Do mi do do / sol la sol . /
Do do la sol / mi do re . /
Do mi do do / sol la sol . /
Do do la sol / la do do . //
Ternyata tembang dukalah itu
Ternyata gita laralah itu
Aku menggantikan nada yang lain
Tentu tetap dengan nada-nada rakyatku
La si do mi / do si la . /
Do re fa mi / re re mi . /
La si do mi / do si la . /
Do re fa mi / sol si la . //
Ternyata tembangnya tak berubah
Ternyata gitanya tak berganti
Tetaplah duka
Masih jua lara
Kutetapkan untuk tidak mengulang semua tembang itu
Kuputuskan untuk pergi dari antara rakyatku
Aku tak sanggup menyaksikan hidup mereka bergelimang duka
Aku tak mampu melihat mereka berselimut lara
Tetapi mereka tetap saja mendendangkan tembang itu
Namun mereka terus saja menyanyikan gita itu
Tentu dengan berlinang airmata
Tentu dengan derai tangisan
Oh rakyatku
Aku tak bisa berbuat apa-apa
Aku tak dapat membebaskanmu
Keluar dari deritamu
Lepas dari susahmu
Maka
Lebih baik aku berlalu
Lebih baik aku mengembara
Tak tega melihat airmatamu
Tak rela menatap tangismu
Tak sanggup melihat tumpahan darahmu
Tak mampu melihat maut menjemputmu
Aku berlari ke gurun pasir
Aku berlari ke balik gunung
Menjauhimu
Melewatkanmu
Tapi
Semakin jauh aku berlalu
Semakin jauh aku bersembunyi
Nyanyianmu kian bergema
Tembangmu mengiang kian jernih
Di telingaku
Di kalbuku
Tembangmu membuat aku gusar
Gitamu membuat aku perih
Aku harus pulang!
Tekadku
Berjanji aku
Untuk selalu bersamamu
Menentang duka itu
Menaklukkan duka itu
Kalau toh duka itu terlalu kuat
Bersamanu aku menerima duka itu
Menyahabatinya
Sehingga kelak duka itu
Kita ubah menjadi oase
Yang mendewasakan kita
Yang mematangkan kita
Menjadi sebuah bangsa teruji
Menjadi sebuah kaum terpuji.
Mari kita nyanyikan tembang duka kita
Sampai ia menenangkan dan menghibur kita
Sampai ia membuat kita terbuai
Sampai ia membuat kita terhanyut:
Do mi do do / sol la sol . /
Do do la sol / mi do re . /
Do mi do do / sol la sol . /
Do do la sol / la do do . //
Kita mengulang dan mengulangnya lagi.
Jangan lupa pula tembang dari nada berikutnya:
La si do mi / do si la . /
Do re fa mi / re re mi . /
La si do mi / do si la . /
Do re fa mi / sol si la . //
Sampai kita pun tertidur lelap
Sampai kita beristirahat secukupnya
Sampai kita dipulihkan
Sampai kita menjadi sembuh
Sampai kelak kita terbangun
Barulah kita menyadari
Ternyata fajar baru telah menyingsing
Badai itu sudah berlalu
Sampai kita merasa bangga
Kita dapat berkanjang dalam duka nan panjang
Bahwa negeri kita
Bahwa bangsa kita.
Telah bebas
Telah merdeka.
Sampai akhirnya semua tembang itu
Berganti warna
Berganti rupa
Sukacitalah semata-mata
Sampai terbukti bahwa tembang duka itu
Mengubahkan dirinya bagi kita
Menuruti apa mau kita sebenarnya:
Kemerdekaan sejati dan sukacita abadi.
Roma, 14 Januari 2008
Emanuel Lalok Talok (EL Talok)
LikeLike
ROKOK TIDAK BERBAHAYA
Suatu ketika ada tiga orang dokter yang bersahabat, masing-masing Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, Dokter Ahli Paru, dan Dokter Umum. Ketika berjalan ke sebuah tempat, mereka menemukan sebuah kotak yang unik, dan langsung saja dibuka tanpa pikir panjang. Maka keluarlah jin dari kotak tersebut dan memberikan tiga permintaan.
Masing-masing dokter menyampaikan permintaan sesuai keinginannya.
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin : “Aku minta seluruh wanita cantik yang ada di dunia melayani aku di suatu tempat tertutup selama setahun.”
Jin : “Dikabulkan!!,” (Maka dokter tadi dimasukkan ke dalam gua yang penuh dengan wanita cantik)
Dokter Ahli Paru : “Aku minta seluruh minuman keras yang nikmat di dunia ini, aku ingin menikmatinya selama setahun.”
Jin : “Dikabulkan!!” (Maka dokter tadi dimasukkan ke dalam gua yang penuh dengan minuman keras yang terbaik yang ada dibumi)
Dokter Umum (perokok berat) : “Saya ingin seluruh rokok yang nikmat dan harum, aku ingin menikmatinya selama setahun.”
Jin : “Dikabulkan!!” (Maka, masuk pula sang dokter ke dalam gua selama setahun.”
Setelah setahun berlalu sang Jin membuka pintu gua dan menemukan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin kurus, lemah tak berdaya dan akhirnya mati karena melayani wanita-wanita tadi.
Dokter Ahli Paru ditemukan tak bernyawa karena terlalu banyak minum.
Sementara dokter umum ketika keluar langsung memukul muka sang Jin sambil berkata, “Kurang ajar kamu Jin, kamu menyediakan rokok tanpa korek, jadi aku hanya bengong selama setahun.”
Jin: “Itu mengapa sebabnya rokok tidak berbahaya!”
hhahahaa..ketawa sih!!!
LikeLike