akhir penantian yang tak diharapkan

beberapa pekan ini, seperti pekan-pekan sebelumnya. aku kembali bergerak, menengok dari rumah ke rumah. ya, tepatnya rumah-rumah para perempuan yang tak hentinya dibuat meradang oleh ketidaktegasan pemerintah. mungkin kata yang kupilih terkesan menyalahkan pemerintah. tapi mau bagaimana lagi, semua fakta yang kusaksikan, kudengar, kubaca, dan kurasa, semuanya menunjukkan ke satu titik. pemerintah gagal. seperti biasa juga, aku kembali meliput untuk keperluan data advokasi dan media tempatku bekerja.

kali ini tentang perempuan TKW sebagai pekerja rumah tangga di Saudi Arabiyah. tepatnya di kota Thoif. setelah delapan tahun hidupnya di ruang penjara, tahun ini dia harus menerima kenyataan akan dihukum mati. ya, delapan tahun penantian keluarga Eti tanpa kabar yang jelas. dan kini, kabar buruk itu tiba-tiba datang di akhir penantian keluargnya. kali ini, aku juga sengaja menuliskan nama korban dan keluarganya secara gamblang. karena dari keluarga korban, pun menginginkannya.

saat itu, spontan mereka tertegun sejenak menyaksikanku dan seorang kawanku sudah ada di depan halaman rumah mereka. terkejut sekaligus bercampur tanya, itulah yang tertangkap dalam ekspresi mereka. mereka adalah keluarga besar Eti Rohaeti atau Eti Toyib Anwar (43). Eti, begitu dia disapa, adalah salah satu TKI asal Desa Cidadap, Kecamatan Cingambul, Kabupaten Majalengka, yang kini terancam hukuman qishash karena diduga telah meracuni majikannya di Jeddah Arab Saudi.

tapi keterkejutan mereka bukan tanpa alasan. apalagi sepekan sebelumnya, mereka telah mengetahui kabar tentang kondisi Eti dari koran yang biasa terpampang di kantor kelurahan. Awalnya mereka memang terkesan menutupi kisah Eti, namun secara perlahan mereka mulai mencurahkan isi hatinya.

salah satunya Engkoy (55), kakak kandung Eti. Pertama kali mendengar kondisi Eti, dia begitu kaget sekaligus bingung apa yang harus dilakukan untuk menolong adik perempuannya. Tepatnya tahun 2002, ketika rumahnya kedatangan seorang perempuan mantan TKW asal Sumedang. Perempuan itu mengaku sempat bertemu Eti di penjara selama tiga bulan.

“Dia sengaja datang ke sini mengabari kami bahwa Eti tengah menjalani hukuman atas tuduhan meracuni majikannya. Namun setelah itu, keluarga tidak mendapat kabar lagi. Kabar yang terbaru juga didapat dari koran beberapa hari lalu,” ungkap Engkoy terbata-bata, ketika ditemui Blakasuta di rumahnya pada Kamis (7/5/09) lalu.

selama ini, Engkoy dan keluarganya memang masih belum bisa berbuat apapun. Apalagi dari pemerintah daerah (Pemda), dalam hal ini Dinas Sosial Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kabupaten Majalengka, belum pernah sekalipun memberikan informasi terkait kabar Eti. Kondisi mereka yang cukup memprihatinkan dan jauh dari kota hanya bisa menanti. Hingga hampir delapan tahun, kabar Eti baru saja diketahui.
Kendati begitu, pihak keluarga sengaja tak memberi tahu kabar menyedihkan tersebut kepada ibunya Eti, Ruhmati (85) karena khawatir akan jatuh sakit. Eti sudah hampir sembilan tahun bekerja di Arab, dan keberangkatannya itu adalah yang kedua kalinya setelah tahun 1998 bekerja selama dua tahun. Selama satu tahun di Arab, Eti sempat mengirimkan uang kepada suaminya yang kini sudah menikah lagi, serta beberapa surat yang menyebutkan bahwa majikannya baik.

“Sekarang, kami benar-benar bingung. Kami juga belum bisa menerima kabar yang sebenarnya dan bagaimana perkembangannya. Rasanya tidak mungkin Eti meracun majikannya. Apalagi kabar sebelumnya melalui surat yang dikirim kepada suaminya menyebutkan baik-baik saja.” Sayangnya hingga saat ini, Kemon, suami Eti, masih sulit ditemukan.

Keberadaan Kemon sejak Eti berangkat lagi ke Arab sudah tidak diketahui lagi. Bahkan menurut informasi, selama Eti di Arab Saudi baik surat maupun uang kiriman Eti dikirimkan ke suaminya. “Untuk mendapatkan kabar dari Eti melalui surat-suratnya, kami mau tak mau harus meminta paksa pada Kemon suaminya. Itupun hanya sekali dan sudah tujuh tahunan yang lalu. Sementara kami tidak tahu di mana Kemon. Dikabarkan beberapa orang, Kemon sudah menikah lagi,” kata Engkoy yang tetap berharap agar Eti bisa kembali ke Indonesia. Kalaupun memang benar bersalah, lanjut Engkoy, berharap agar dapat diringankan hukumannya.

Proses Banding hingga Permohonan Maaf

Sementara itu, menurut Asep Prisadi, Kasi Penempatan Dinsosnaker Kabupaten Majalengka, Eti yang diberangkatkan oleh PJTKI PT Dharma Karta Raharja (DKR) Jakarta, ini sempat membantah telah meracuni majikannya yang bernama Faizal Abdullah Al Ghamdi di Kota Taif, Arab Saudi, hingga meninggal dunia. Kejadian tersebut dilakukan pada tahun 2002 silam, bersama rekan kerjanya asal India, Abu Bakar, yang kini sudah divonis selama 15 tahun penjara. Tapi kemudian, Eti mengakuinya setelah ada rekaman pembicaraan dirinya. Tapi, proses hukum bagi Eti belum final, karena masih diupayakan banding ke Mahkamah Agung.
“Sementara ini, kami sedang mengupayakan proses permohonan maaf yang akan ditujukan pada keluarga korban (proses tanazul). Kami juga meminta agar Pemkab Majalengka ikut membantu kasus ini. Dan Bupati bersedia melayangkan surat ke Konsulat Jenderal di Arab Saudi untuk meminta kepastian dan penjelasan tentang masalah yang dihadapi warganya itu,” papar Asep Prisadi.

Ketika mendengar tentang nasib Eti, pihak Dinsosnaker Majalengka memang tidak langsung memberitahukan kepada pihak keluarga korban. Menurut Asep, hal itu dikarenakan identitas TKI yang masih menjadi teka-teki. Hingga akhirnya Dinsosnaker menerima faksimili dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Arab Saudi Selasa (5/5) sekitar pukul 09.00.

Dalam surat bernomor 1556/KV/2009 yang ditandatangani oleh Konsulat Jenderal di Arab Saudi, Drs Gatot Abdul Mansyur, membenarkan bahwa Eti Rohaeti binti Toyib Anwar merupakan TKI asal Majalengka yang beralamat di Blok Cikareo Desa Cidadap, Kecamatan Cingambul. Eti berangkat ke Arab Saudi pada tahun 2001 melalui PJTKI PT DKR Jakarta dan bekerja di majikan bernama Faisal Abdul Al Ghandi di Kota Toif, Arab Saudi. Namun, pemberangkatan Eti diduga tidak melalui jalur resmi, sehingga tidak terdata di pihaknya.

Dia juga menambahkan, saat ini selain Eti, terdapat 14 orang tenaga kerja Indonesia yang lain terancam hukuman mati. Antara lain, Hafidz bin Kholil Sulam (Tulungagung, Jatim), Siti Zaenab binti Duhri Rupa (Bangkalan, Madura), Eti Thoyyib Anwar (Majalengka, Jabar), Suleimah Misnadi (Pontianak, Kalbar), Muhammad Zaini (Madura, Jatim).

Ada juga Syaiful Mubarok (Cianjur, Jabar), Amina binti H Budi dan Darmawati binti Tarjani (keduanya asal Tapin Rantau, Kalsel), Saman Muhammad Niyan, Abdul Aziz Supiyani, Muhammad Mursyidi, Ahmad Zizi Hatati (5 orang ini asal Kalsel), Jamilah Binti Abidin Rafi’i alias Juwariyah binti Idin (Cianjur, Jabar), dan Ahmad Fauzi bin Abu Hasan (tak diketahui alamat pasti). Menurutnya, pada tahun 2008, KJRI Jeddah berhasil membantu proses peringanan hukuman sehingga ada beberapa WNI yang terbebas dari ancaman qishash.

(dengan sedikit tambahan, tulisan serupa juga ditulis Alimah dalam majalah warga “Blakasuta” dan web fahmina-institute di edisi bulan Mei 2009)