suka tahu?

tahu_sakau

satu bulan lalu, aku dan seorang kawan mencoba menengok produksi tahu di Kemantren. Meski tak sehebat tahu Sumedang, namun produksi tahu di Desa Kemantren Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon, ini berkembang dengan baik. Para pengusahanya terus berkiprah, agar dari produksi dan penjualan tahu mereka tetap bisa melayani konsumennya sekaligus menghidupi orang-orang yang bekerja di usaha ini.

Berdasarkan keterangan sejumlah warga, ada sekitar sepuluh pengusaha tahu yang sudah dibilang cukup sukses di Desa Kemantren. Selebihnya, puluhan pengusaha kecil yang memproduksi tahu cukup terbatas. Kini, produksi tahu mereka telah merajai tiga wilayah Cirebon dan sekitarnya.

Bahkan menurut Lurah Kemantren, Murbadi S, selain memproduksi tahu, sejumlah pengusaha juga membuat pepes kulit tahu. “Jadi mereka juga memafaatkan tahu untuk dibuat pepes tahu, dan rasa pepes mereka juga khas. Biasanya di jual di pasar-pasar,” papar Murbadi.

Sementara menurut Adi Marwandi (40), salah satu penerus usaha tahu milik almarhum Hj Syariah dan H Tari, produksi tahu di Kemantren telah berjalan hampir 30 tahun dari 1980. Perintis usaha tahu ini adalah almarhum Hj Syariah dan H Tari, yang tak lain adalah mertuanya sendiri.

“Dulu mertua saya, H Tari, sebelum menikah merintis usaha pembuatan tahu ini di Karawang dan masih tahun 1970-an. Kemudian tahun 1980, beliau pulang dan mencoba merintis di Kemantren sampai sekarang,” papar dia ketika ditemui di rumahnya, pada Kamis (7/5/09) lalu.

Bagaimana sampai berkembang pabrik tahu lainnya sampai sekarang, dia mengatakan, hal itu merupakan proses biasa seperti usaha dengan lingkup dan modal kecil lainnya. Awalnya dari para pekerja yang telah menguasai teknik pembuatan tahu dan tata niaganya. Dengan modal yang dimiliki, dari bermacam-macam sumber, yang bersangkutan memisahkan diri, lalu memproduksi sendiri. Begitu proses selanjutnya berlangsung, hingga sebuah usaha pembuatan tahu dapat beranak pinak.

81GK0173“Almarhum H Tari dulu memproduksi tahu, sekaligus menjual ke pasar, bahkan terima pesanan juga. Tapi kalau sekarang, kami hanya memproduksi untuk usaha tahu petis kami saja. Kami memiliki beberapa stand. Dan akan lebih banyak lagi, sekitar 8 stand jika ada acara-acara besar di tiga wilayah Cirebon. Tapi kalau hari-hari biasa, kami hanya 3-4 stand setiap harinya,” ungkapnya.

Dalam setiap acara-acara besar, karyawannya mencapai 20-an lebih. Sedangkan karyawan tetapnya kini hanya tinggal 10 orang. Para karyawan tersebut semuanya laki-laki yang bertanggungjawab sebagai tenaga produksi dan pemasaran. Karena meskipun ada karyawan perempuan, mereka hanya bertugas sebagai pekerja rumah tangga (PRT). Para karyawan lelaki tersebut, digaji senilai 30.000 rupiah per hari. Sedangkan para PRT itu dibayar per bulan.

“Karyawan kami juga bukan dari orang Kemantren. Tapi dari Wanasaba dan Babakan. Karena sebagian besar warga di sini juga memproduksi tahu dan dijual ke pasar. Jadi lebih banyak dari luar Kemantren,” ujarnya.

Harga Minyak Melambung, Produksi Kian Terbatas

Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam
kedelai dengan menggunakan air sebaagai pelarutnya. Setelah protein tersebut
larut, diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan pengendap sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan menjadi tahu.

Salah satu tahap pembuatan tahu sendiri, dengan menyaring bubur kedelai sebelum dimasak, sehingga cairan tahu yang sudah terpisah dari ampasnya. Ya, karena bahan-bahan membuat tahu sendiri terdiri dari kedelai, air putih, dan batu tahu. Melambungnya harga minyak, baik minyak goreng maupun minyak tanah, menjadi satu kendala tersendiri dalam produksi tahu.

407233365vfOPFy_fs

Dalam hal ini, Adi sendiri memang mulai membatasi produksi tahunya. Selain itu, karyawan juga semakin dibatasi. “Sekarang ini pegawai menurun, karena ahli fungsi dari minyak tanah ke gas, kadang-kadang kacang kedelai juga harganya melambung. Karena harga bahan pokok seperti minyak goreng juga semakin mahal. Termasuk ketika ada isu formalin (bahan pengawet), usaha kami benar-benar merosot. Karena kami di sini tidak menggunakan bahan pengawet. Tahu kami hanya terbatas sampai tiga hari,” jelas dia.

Adi juga tak segan membeberkan proses pebuatan tahu yang selama ini dilakoninya. Pertama, pilih kedelai yang bersih, kemudian dicuci. Kedua, rendam dalam air bersih selama 8 jam (paling sedikit 3 liter air untuk 1 kg kedelai), dari situ kedelai akan mengembang jika direndam. Kemudian setelahnya, cuci berkali-kali kedelai yang telah direndam.

“Apabila kurang bersih maka tahu yang dihasilkan akan cepat menjadi asam,” ujar dia.
Tahapan berikutnya, lanjut dia, tumbuk kedelai dan tambahkan air hangat sedikit demi sedikit hingga berbentuk bubur. Kemudian masak bubur tersebut, jangan sampai mengental pada suhu 700 ~ 800C (ditandai dengan adanya gelembung-gelembung kecil). Setelah itu kemudian saring bubur kedelai dan endapkan airnya dengan menggunakan batu tahu (Kalsium Sulfat = CaSO4) sebanyak 1 gram atau 3 ml asam cuka untuk 1 liter
sari kedelai, sedikit demi sedikit sambil diadauk perlahan-lahan. Setelah selesai, baru dicetak dan pres endapan tersebut.

(tulisan serupa pernah ditulis Aimah dalam majalah Blakasuta edisi 19)