menengok kreatifitas mereka di tengah krisis
ada yang selalu lupa kuceritakan. dan seperti biasa, baru kali ini aku sempatkan setelah diangkat di majalah “Blakasuta” milik lembagaku bekerja. tentang jalan-jalanku di Kelurahan Tarikolot, Kecamtan Pancalang, Kabupaten Kuningan. tapi ya sudahlah, semoga ada yang terbersit setelah membaca postinganku ini:
Embusan angin di sekitar persawahan, tiba-tiba menyambutku memasuki Kelurahan Tarikolot Kecamatan Pancalang Kabupaten Kuningan. Angin dinginnya kian terasa ketika sampai di perbatasan Kuningan dan Kota Cirebon. Rupanya udara dingin itu pengaruh dari iklim tropis dan angin muson. Masyarakat Tarikolot dikenal sebagai petani ulet. Karena selain menanam padi, mereka juga menanam tanaman lainnya seperti palawija, ketela pohon, ubi jalar dan lain sebagainya. Namun siapa sangka, sejak tahun 1970-an, di Kelurahan Tarikolot mulai menjamur home industries (rumah-rumah produksi) yang sangat berpotensi.
Ya, dari tahun 1970-an, masyarakat Tarikolot sudah mulai memproduksi sejumlah perlengkapan kebutuhan rumah tangga. Di antaranya sapu ijuk, sapu bambu, sapu lidi, sapu tepes, keset tepes, keset kain, kerok pembersih botol, sikat pembersih WC, sikat cuci, dan sejumlah perlengkapan rumah tangga lainnya. Geliat kreatifitas warganya, kian terlihat ketika sejumlah warga tengah menjemur bambu yang telah dipotong kecil-kecil. Potongan-potongan bambu tersebut dijemur rapih di pinggir jalan depan rumah mereka, yang nantinya akan dibuat menjadi sapu bambu.
Menurut Lurah Tarikolot, Dudung Dulhalim (50), asal mula berkembangnya home industries di Tarikolot berawal dari pedagang biasa, yang masih mengambil bahan baku dari tetangga desa satu kecamatan. “Setelah mereka berhasil menjual hasil dagangannnya, para pedagang ini terus mengembangkan dagangannya. Kebetulan jaman dulu, bahan baku mudah didapat. Sekitar 1970-an. Jadi sampai sekarang, bahan bakunya dicari sendiri, lalu membuat sapu dan menjualnya sendiri,” papar Dudung.
Kini, lanjut Dudung, yang diproduksi semakin beragam. Jika dulu hanya sebatas sapu ijuk, kini sudah mengembangkan pembuatan sapu tepes, dan sapu bambu. Malah, menurut Dudung, sapu ijuk sekarang sudah jarang yang membuat. Hal itu dikarenakan bahan bakunya sulit dicari, sehingga lama-kelamaan jarang ada yang membuat sapu ijuk.
“Kalau sapu bambu dan tepes itu lumayan. Masyarakat kami di sini hanya sekian persen yang menganggur, kami sangat produktif. Memang, kami tidak memproduksi besar-besaran. Tapi setidaknya mampu mencukupi kebutuhan hidup.”
Tidak Merasakan Krisis Moneter
Sampai sekarang, hasil produksi sapu Tarikolot sudah sampai ke Indramayu, Cirebon, Kuningan, Majalengka, Losari, dan sekitarnya. Bahkan ketika tahun 1997 terjadi krisis moneter, warga Tarikolot tidak merasakan krisis tersebut. Karena saat itu masyarakat Tarikolot mulai mengembangkan produksi moceng (pembersih debu ruangan). Keberhasilan produksi moceng tersebut, ditandai dengan menyebarnya moceng hasil produksi mereka ke seluruh Indonesia, bahkan hingga Malaysia.
“Kalau sekarang, saingan kita orang China. Karena mereka modalnya banyak, sedangkan kami hanya orang desa yang modalnya sangat terbatas. Terutama kebanyakan bahan bakunya yang dari bambu. Mayoritas bambu kepung/tepung,” ujar Dudung.
Selain modal yang tidak terlalu besar, kelemahan para pengusaha di Keurahan Tarikolot juga belum adanya forum, asosiasi, maupun koperasi yang mampu menampung bahan baku produksi. Sebagai Lurah yang baru dilantik beberapa bulan lalu, Dudung menyadari masyarakatnya sangat produktif dan berpotensi.
“Maka jangan sampai gulung tikar, harus dikembangkan dan ditingkatkan potensi tersebut. Kami akan memperjuangkan melalui program-program kami ke depannya.”
Selama ini, penjualan dan distribusi hasil produksi mereka masih terbatas. Sedangkan pola penjualannya, pada umumnya sang suami yang mencari bahan baku, kemudian keluarganya baik isteri mapun anaknya yang bertanggungjawab membuatkan produksinya. Setelah hasil produksinya layak dijual, sang suami kembali bergerak untuk memasarkannya ke daerah-daerah.
Jasmi (34) misalnya, selama ini dia dan keluarganya secara turun temurun memproduksi sapu bambu dari tahun 1976. Karena hanya dibantu oleh keluarga dan saudara-saudara terdekatnya, maka dia tidak mengambil karyawan dari daerah lain. Dalam sehari, dia bisa membuat 100 sapu. Satu satu dijual 1500 rupiah per keteng/biji. Namun jika ada orang yang membeli langsung kepadanya, dia menjualnya seharga 1000 rupiah per keteng/biji.
“Hampir semua pengusaha di sini, memproduksi sendiri dengan keluarganya. Kami sulit mengambil karyawan dari orang lain, karena tetangga-tetangga kami juga semuanya sama-sama produksi. Ya, meski keuntungannya cuma 200 ribu rupiah per 10 batang bambu, tapi setidaknya ada masukan,” kata Jasmi sambil membelah bambu.
Sambil mempraktikkan tahapan membuat sapu bambunya, Jasmi mengaku tidak bisa memproduksi sapu bambu setiap hari di musim hujan. Karena setelah bambu dipotong-potong, dibersihkan, dan dipotong-potong lagi hingga keci-kecil, dia harus menjemurnya dibawah terik matahari. Jika udaranya panas, maka dalam tempo setengah hari dia sudah bisa membuat sapu bambu. Namun jika sering hujan, maka mau tidak mau dia berhenti membuat sapu. Seperti yang pernah dialaminya ketika selama hampir seminggu tidak bisa membuat sapu, karena bambu sebagai bahan bakunya tak kunjung mengering.
“Bambu-bambu itu kita beli dari tetangga desa. Karena kita sudah dikenal di daerah sekitar, maka kabang-kadang ada orang yang punya pohon bambu datang ke sini untuk menawarkan. Kalau untuk bambu, itu bahan bakunya tidak masalah. Tetapi kalau ijuk dan tepes memang aagak kesulitan.”
Sementara itu Dudung, selaku aparat desa, melalui program kerjanya bertekad meningkatkan usaha mereka secara produk. Meski lagi-lagi, dia menyadari pemasarannya masih untuk kalangan menengah.
“Selain itu, melihat sebagian besar warga masih pengusaha kecil, maka dari sisi modal pun masih mentok modal kecil-kecilan. Kecuali kalau ada modal, usaha mereka bisa dikembangkan dengan membuat sapu hijau yang dari rumput. Program untuk pengrajin itu ada. Baru sekarang memang. Tapi kalau kita modalnya pas-pasan, itu bisa putus di jalan. Tapi yang pasti harapan saya, ke depan ini ada prospek,” tegas Dudung.
Sebelum masa kepengurursannya, Dudung mengaku pernah ada program dari pemerintah daerah, seperti program ekonomi desa. Seperti bantuan membuat keset. “Tapi dalam pembuatan keset ini kalau kita menggunakan teori ekonomi, maka kita tidak bisa. Karena kita sendiri setiap hari butuh makan. Kalau untuk pengrajin sendiri, kebanyakan yang dihadapi adalah kebutuhan yang tidak terduga.”
wuihhh…. ini bukti bahwa 5ebenernya dunia indu5tri kecil di Indone5ia gak lah mati kan yah… hanya mati 5uri mungkin?!?!?
blog 5eperti ini yang eTha mauuuu… gmn caranyaaa?!?!?
LikeLike
hallo eTha…makasih sudah mampir ke empty-blog ini. tepat sekali persepsinya, mati suri adalah kata yang tepat. dan semoga selain pemerintah, ada yang lebih peduli lagi dengan mereka.
tentang blog yang seperti ini, saya rasa eTha lebih faham,hehehehe…makasih ya…
LikeLike
Indonesia emang kaya akan sumberdaya.. namun sepertinya itu yg gag mendapat sorotan pemerintah pusat… fiuhh 😦
LikeLike
ya, banyak sekali sebenarnya potensi-potensi di masyarakat kita. hanya saja, lagi-lagi mereka terbentur oleh persoalan modal dan manajemen untuk mengembangkannya. sedangkan pemerintah, akan membantu jika mereka sudah kelihatan sukses, sehingga pemerintah bisa mendompleng kesuksesan mereka dan mengklain bahwa itu uapaya mereka.ini hanya pengalaman dari sejumlah daerah yang pernah saya temui.thanks ya, sudah mau menengok blogku
LikeLike
sapu barangkali hal yang sepele, tapi semangat untuk terus memproduksi sapu dan menjadikannya sebagai kekuatan ekonomi bukanlah hal yang sepele.
kisah yang patut diteladani.
LikeLike
ya, dari hal sepele, jika terus dikembangkan akan menjadi sesuatu yang berharga
LikeLike
terimakasii atas kunjungan baliknya.. tp sepertinya, permintaannya agag berat tuk di penuhi, karena sesungguhnyalah saiia posting (wali) bukan tentang wali.. melainkan mengajak, menghimbau, meminta pertolongan dari temen2 sekalian tuk sama2 memanjatkan doa demi kesembuhan seorang temen…
wali pada tulisa ntersebut hanyalah pembuka… peng’i’tibar-an akan kelemahan seorang hamba yang hanya manusia biasa, tentunya akan lebih ‘mengena’ jika panjatan doa di lakukan bersama spt layaknya Eros Djarot yang gag hganya mengumpulkan 100 org tu kmeneriakka n Allahu Akbar..
namun sekali lagi.. apapun itu, saiia mengucapkan banyak terimaakasih 🙂
LikeLike
menyentuh sekali. saya pun ikut mendo’akan agar temanmu segera sehat kembali. no problem tentang saranku, it’s just intermezo.thanks a lot
LikeLike
yupp.. harus semangadhh.. huehehe.. mampir lagi nii… sambil nunggu saur.. 😦
LikeLike
ooo….klo aku nunggu dibangunin via telfon or nunggu kamar diketok-ketok oleh bibi.hehehehe
LikeLike
(Hasil copy lagi dari komentar saya di FB he he he)
Hhmm…Daerah yang belum pernah saya kunjungi Mbak…
But, saya salut dengan kegigihan warga di sana dan tentu saja kreatifitas dan semangat juang…
“Tapi dalam pembuatan keset ini kalau kita menggunakan teori ekonomi, maka kita tidak bisa” Saya suka prinsip ini….
Salam semangat untuk warga desa Tarikolot(semoga tidak salah sebut nama)
LikeLike
makash de Jo, that’s a wise idea
LikeLike
Wah ini kampung orang tua saya..pak dudung adalah Paman saya…Dudung Sasmita.. sukses buat Paman semoga menjadi lurah yang tauladan…salam dari Keponakan bapak di tangerang…
LikeLike
terimakasih Bp, dunia seakan sempit, dengan mudahnya kita menemukan saudara kita dimanapun tempatnya. meski dalam dunia maya…
LikeLike
Desa Tarikolot-Pancalang adalah Desa dimana kedua orang tua aku terlahirkan dan disana pula leluhur aku dikuburkan…Bapak aku Ali Sasmita dan kedua paman aku yaitu Sueb Sasmita dan Tambak Sasmita dikuburkan disana, Kakek aku Parta Sasmita, Aku berharap pada Paman aku yang sekarang menjadi Kepala desa disana yaitu Bpk.Dudung Sasmita bisa membangun desa lebih baik dari yang saat ini..kami keturunan tarikolot akan membantu secara moril… IRETA (Ikatan Remaja Tarikolot) siap membantu membangun desa Tarikolot… (Hp. 0812-97-38810)
LikeLike
Aku sangat terharu ternyata kmp halaman,tmpt kelahiran & tetangga2 aku ada disini,aku sangat mengenal orang2 di atas bahkan Rmh ortu aku persis di depan rumah Pa Dudung Kades Tarikolot, Salam untuk seluruh warga Tarikolot semangat selalu & semoga Sukses. Amin
LikeLike
yah, desa ini gak ada habisnya membuat kerajinan tangan atau alat alat rumah tangga tapi sekarang agak menurun desa ini jadi tolong lah yang membutuhkan pekerjaan tong cari di DESA TARIKOLOT karena orangnya dapat di percaya dan baik sekian dari saya.
BY: m_fau83
LikeLike
gw orang asli tarikolot…gw kenal dengan mereka yang da di atas…mereka para ortu yg ga kenal lelah bekerja demi anak2 mereka…Semangat Terus Saudaraku…salam untuk kalian semua.
LikeLike
salut dengan desa tarikolot
LikeLike