Di Bekasi, Sisa Peradaban Tak Lagi Terbuang

Benar, alam memang tidak pernah berbohong. Benar, selama ini yang butuh adalah manusia. Dan manusia itu adalah kita. Tetapi ketika alam membutuhkan, kita akan didesak oleh alam. Karena pada dasarnya manusia akan melakukan sesuatu ketika dia dalam kondisi terdesak. Manusia juga akan melakukan sesuatu, ketika dia membutuhkan sesuatu yang menguntungkan dirinya. Dan ketika dia terpepet tetapi tidak melakukan apapun, maka dia akan merugi.

salah satu sudut di sekitar Tugu Bina Bangsa Kota Bekasi

salah satu sudut di sekitar Tugu Bina Bangsa Kota Bekasi

Kalimat tersebut tiba-tiba terngiang di ruang kepalaku. Ya, menyusur sejumlah tempat di Kota Bekasi, seperti Tugu Bina Bangsa, TPA Sumur Batu, UKM Boneka, serta kawasan industri Jababeka, mau tak mau membuatku teringat pada sosok Dasma Adiwijaya.

Meski telah setahun silam aku mewawancarainya, namun kata-katanya masih jelas terngiang. Dia adalah salah satu warga Indramayu, yang telah belasan tahun menghabiskan waktu, tenaga, dan pikirannya agar sampah menjadi nilai tambah.

Lalu dengan sadar aku berujar dalam hati, aku sungguh beruntung di tengah-tengah ratusan Blogger dalam Amprokan Blogger Bekasi. Bagaimana tidak, dalam acara temu blogger itu, begitu banyak fakta yang masuk di kepalaku, yang sebelumnya tidak pernah begitu dekat kusaksikan. Dasma Adi Wijaya adalah salah satu dari sekian sosok lain yang tengah memperjuangkan nasib alam dan manusia. Tapi dia telah lama hanya berjalan sendiri. Namun di Kota Bekasi, aku menemukan sosok selain Dasma yang tidak lagi berjuang sendiri. Cobalah kau tengok di sejumlah sudut Kota Bekasi. Aku menyaksikan sendiri, bagaimana kesadaran individu menjelma kesadaran publik.

Berguru pada Bekasi

Ya, di Kota Bekasi kita bisa menyaksikan bagaimana sesuatu yang dinilai tak menarik, menjadi menarik. Sesuatu yang dinilai tak ada guna menjadi berguna. Sesuatu itu adalah sampah, kotoran, atau sisa peradaban yang dinilai tak menarik dari sisi manapun. Dan bagiku di negeri ini, hanya Kota Bekasi yang benar-benar mampu membuktikan bahwa sesuatu yang terbuang itu mampu didayagunakan. Kota Bekasi yang tidak sekadar omong kosong. Pemerintah Kota Bekasi yang benar-benar memiliki komitmen. Alhasil, di Kota Bekasi, sisa peradaban tak lagi terbuang. Salah satunya kerjasama Pemerintah Kota Bekasi dengan PT Gikoko Kogya Indonesia. Terutama dalam Manajemen Persampahan Kota-Pemusnahan Gas Metana dengan pemanfaatan Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM).

Kawan, coba bayangkan, apa jadinya jika sampah organik yang secara alami mengalami proses daur ulang itu dibiarkan? Tentu saja, penimbunan sampah terbuka, mengakibatkan air lindi masuk ke dalam tanah. Ini dapat menyebabkan pencemaran air tanah dan lingkungan sekitar. Selain area tersebut menjadi sumber penyebaran berbagai penyakit, juga mengganggu ruang estetika dan lain-lain. Jadi, sampai kapan kita diam? Sungguh, kita patut berguru pada Kota Bekasi.