lega

lega. tiba-tiba aku merasakan rasa yang sama seperti sebelumnya. ternyata masih ada kesempatan yang masih menungguku. aku pikir kalimat itu hanya menghiburku yang baru saja kehilangan kesempatan untuk kali ke sekian. tapi dengan entengnya aku mengatakan bahwa kesempatan lain tengah menungguku. apakah kesempatan sebegitu murah hatinya, sampai menungguku datang menemuinya. lagi-lagi aku menertawakan diri yang jelas-jelas tak tahu diri.

tapi aku tegaskan lagi, aku menikmatinya. aku menikmati diri menyusun benang kusut yang tak kunjung rapih. aku menikmati jatuh bangun serta terjal yang bisa jadi kuciptakan sendiri. tentu saja kawan, mana mungkin aku menyalahkan sesuatu di luar diriku. aku tetap menyalahkan diriku, lalu belajar kembali memaafkan diriku. kini aku kehilangan kesempatan emas itu. dan itu aku yakin karena aku tidak begitu bekerja keras menggapainya.

tapi tunggu dulu kawan, aku kembali tegaskan bahwa aku menikmatinya. karena jika sudah begitu, aku akan kembali lagi dari awal. aku akan menata diri lagi. dan aku terbiasa dengan kondisi seperti ini. belajar berlari, lalu jatuh, lalu aku bangun lagi, bernafas sebentar, evaluasi diri sejenak, kemudian aku bersiap-siap untuk berlari lagi. di tengah perjalanan, aku harus menikmati setiap detail kejadian. bukan sekadar lalu lalang pengguna jalan raya, tapi apa makna di balik kejadian itu. lelah? tentu saja kawan, kita memang harus lelah untuk merasakan tenang, buah dari perjuangan. tentang lega kali ini, bahwa aku harus menjalankan rencana lain selain rencana yang tak ada lagi kesempatan.