mengenal kapow

Apakah kita pernah berfikir betapa ajaibnya – untuk tidak dikatakan magis–proses menemukan ide untuk topik penelitian? Kapan terakhir kali kita merasa begitu puas menemukan ide menarik tersebut? Sebuah peristiwa tak terduga, janggal, namun terus mengusik rasa ingin tahu kita. Lalu usikan itu menuntut kita untuk menuntaskanya menjadi kerangka kerja riset dan penggaliannya dalam sebuah penelitian.

Lahirnya ide itu bisa dengan berbagai cara dan dalam situasi yang berbeda. Ia melintas di kepala kita kapan pun dan di mana pun, saat kita sedang berjalan, di sebuah acara, bahkan saat sedang melamun (kontemplasi) sekali pun. Entah datang dari mana tiba-tiba ide itu menyambar kita.

Ide tersebut sesungguhnya merupakan buah dari proses berfikir yang secara tidak sadar dilakukan dengan mengolah ingatan yang sudah tertanam di otak manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna “ide” adalah rancangan yang tersusun di dalam pikiran. Pengertian lainnya adalah gagasan atau cita-cita. Salah satu pengertian menurut Kamus Online Merriam Webster, “a transcendent entity that is a real pattern of which existing things are imperfect representations“. Jadi ide merupakan hasil olah pikir yang bisa saja muncul secara tiba-tiba. Dan jika gagasan tersebut diwujudkan atau direalisasikan maka tak mustahil dapat melahirkan karya sempurna atau perbaikan terhadap sesuatu yang dianggap belum sempurna.

Namun ide tidak selalau harus dipandang sejauh itu. Ide tak harus selalu dikaitkan dengan kesempurnaan atau cikal bakal suatu maha karya. Ide bisa juga diartikan sebagai pemikiran, opini atau persepsi, atau pengetahuan tentang sesuatu. Melamun adalah perjalanan otak manusia dalam menelusuri lorong-lorong memori masa lalu yang terekam atau angan-anang masa di datang. Ketika aktivitas mental ini berhenti di suatu titik karena menemukan jejak memori yang menarik, ia akan menjadi awal dari proses berfikir yang akhirnya memunculkan ide.

Jadi melamun, merenung, atau berkontemplasi sangat mungkin menghasilkan sebuah ide. Ide bisa dihasilkan dengan mengandalkan kerja otak saja, yang dipaksa untuk berfikir secara deduktif atau induktif. Sekecil apapun sesuatu itu. Proses sintesis dan analisis yang terjadi di otak manusia ini dapat menghasilkan lautan ide yang terekam di dalam otak. Beberapa ide pun muncul ke permukaan dan terlintas di dalam ingatan yang akhirnya terucapkan oleh yang punya otak, “Aha, saya mempunyai ide yang menarik untuk diteliti!“.

Jonathan Zilberg (Dr.Kapow)

Dr. Jonathan Zilberg, Antropolog asal Universitas Illinois – Urbana-Champaign Amerika yang menjadi salah satu pengajar dalam training metode penelitian di Rumah Kitab ini menjelaskan bahwa momen ketika ide itu muncul benar-benar seperti kita mendapat gamparan. Dalam film kartun situasi itu sering berbunyi “kapow”!!!. Dalam sehari –hari momen lahirnya ide sering kita respon dengan kalimat “AH-HAH!!!”. Itulah momen-momen yang sangat penting di mana sebuah topik penelitian seakan ‘melompat’ keluar dari pikiran kita. Saat itulah “kapow” seakan menyatakan: “Inilah aku. Pilih aku!”.

Berdasarkan pengalamannya, Jonathan mengatakan bahwa momen ketika merasakan “kapow” seperti itu, ia seakan mendapatkan sebuah ilham. Seperti pengalamannya dalam meneliti Museum Istiqlal dan Museum Tsunami. Ide penelitian tentang Museum Istiqlal benar-benar tak pernah terlintas sebelumnya. Bahkan tahu pun tidak.

Namun ketika diskusi dengan AD Pirous seniman dan ahli Museum dari ITB ide itu datang. Pirous bercerita ia mengatakan kepada Pak Kuntoro kepala Badan Rekonstruksi dan rehabilitasi (BRR) Aceh paska Tsunami sebagaimana diceritakan kepada Jonathan “Saya tidak ingin nasib museum Tsunami sama dengan Museum Istiqlal”. Lalu mencatat dalam buku kecilnya “Museum Istiqlal”, ia penasaran dan bertanya ke kiri ke kanan. Tapi ternyata tak ada yang tahu. Sampai kemudian ia mendapatkan informasi dari Lies yang menunjukkan tempatnya serta kondisinya saat ini. Dan sebuah proses “kapow“ pun terjadi hingga penelitian dan mempublikasikannya. Seperti yang diungkapkannya, “Saya tidak ‘datang’ ke museum itu, tapi museum itu yang ‘datang’ pada saya”.

Lebih jauh, Jonathan menjelaskan tentang metode menumbuhkan sebuah sensibilitas yang akan memungkinkan kita mengenali momen “kapow”, serta tahapan setelah kita mengenali “kapow”itu . Semua itu dijelaskannya di depan peserta “Pelatihan Metodologi Penelitian” pada Jumat (3/5), sebuah acara yang digelar atas kerjasama Rumah Kitab dan Kementrian Agama Republik Indonesia (RI) dan berlangsung setiap hari Jumat di Kantor Rumah Kitab Bekasi.

Presentasi Jonathan disampaikan dalam bahasa Inggris. Namun pelatihan yang dimoderatori Lies Marcoes ini tidak mengurangi antusias peserta tentang bagaimana menemukan topik penelitian yang menarik. Peserta pelatihan ini datang dari institusi yang cukup beragam seperti UIN Jakarta, Paramadina, pesantren Al Biruni Cirebon bahkan ada yang datang dari UIN Yogyakarta.

Berpikir Kritis dan Politis

Mengawali presentasinya yang berjudul “Menemukan Tema Menarik dalam Penelitian Antropologi “Studi Kasus Penelitian Museum Istiqlal”, Jonathan memperlihatkan sejumlah contoh penelitian orang lain lengkap dengan gambar-gambar slides koleksinya yang beragam. Slides itu ia ambil dari Seminar Internasional yang diselenggarakan Kementerian Agama di Bogor. Dengan mengambil contoh presentasi tentang “Akar Islam di Indonesia” Jonathan memancing sikap kritis peserta. Di slides itu dipresentasikan grafik yang menyerupai sayap kupu-kupu tentang kitab-kitab yang ada di Nusantara. Meski tampilannya menarik, Jonathan bertanya apakah ada hubungan antara judul presentasi dengan grafik itu. Ia terus bertanya kepada peserta apa hubungan grafik yang menggambarkan jumlah kitab dengan akar Islam di Indonesia. Menurutnya jika hendak mengatakan bahwa Kitab kuning adalah akar Islam di Indonesia seharusnya dia melakukan studi antropologis yang menggambarkan bagaimana kitab itu berpengaruh. Dan untuk itu peneliti harus menguji sejauhmana masyarakat dipengaruhi kitab dengan bertanya apa isi kitab, siapa yang membaca, di mana saja ditemukan, apa artinya kitab itu bagi yang membacanya, dan seterusnya. Menampilkan grafik yang menujukkan jumlah kitab dan tempat mana kitab itu diperoleh sama sekali tak bisa digunakan untuk membuktikan akar Islam di Indonesia. Bisa saja kitab yang jumlahnya kecil namun karena berpengaruh maka kitab itu lebih berpengaruh. Melalui contoh itu Jonathan hendak menggambarkan bahwa sebuah penelitian seharusnya nyambung antara tema dan isi yang hendak digali.

Namun dari seminar internasional itu Jonathan juga memperlihatkan contoh penelitian yang sangat menarik. Misalnya penelitian yang menganalisis media sosial “twitter” Indonesia dalam menaggapi kasus pornografi yang menimpa Ariel,“Peterporn”.

Sebuah penelitian menurut Jonathan harus kritis. Dan penelitian merupakan sikap politis. Bagaimana kita kritis terhadap pembangunan museum yang menghamburkan uang. Tugas peneliti adalah menunjukkan sikap politisnya dengan bersikap kritis atas sebuah peristiwa.Mengapa ia sangat senang dengan penelitian peterporn, misalnya bukan saja dari idenya yang kreatif tetapi juga muatannnya yang sangat
politis soal pornografi.

Dalam pandangan Jonathan proses lahirnya tema penelitian tidak berbeda dari alur kerja ‘mistik’. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah proses tersebut tidak terlepas dari kemauan peneliti untuk terus membaca. Membaca di sini memiliki makna yang luas, tidak sekadar membaca teks, tapi juga konteks. Begitu pun ketika peneliti telah mengenali “kapow”-nya, maka membaca harus dilakukan untuk memperdalam pengetahuannya tentang topic penelitian yang akan ditulisnya.

Jontahan kemudian menyampaikan rumus alur siklus penelitian yaitu R/W/R and P/P. Ini adalah siklus yang penting. Sebab setelah diketemukan tema melalui proses kapow itu proses untuk terjadinya penelitian masih panjang. Menurutnya setelah itu ada tahap-tahap lain yang sangat critikal seperti jalan seorang pelaku jalan sufi.

Read: Membaca. Setelah ditemukan tema yang muncul melalui proses kapow, tahap selanjutnya adalah mengumpulkan data secara sangat obsesif atau gila-gilaan. Kita harus mencari referensi yang terkait dengan tema yang telah kita tentukan.Bacaan sangat penting untuk mengetahui orang telah mengatakan apa tentang topik yang akan kita teliti itu. Kita bisa menggunakan refensi itu untuk menguji teori kita sendiri. Kita boleh bersetuju atau tidak bersetuju dengan apa yang diungkapkan dalam referensi itu. Dan itulah gunanya penelitian.

Writing: proses merumuskan gagasan, tujuan penelitian dll atau resecah proposal.

Research: penelitian,

Presentation dan publication

Dengan ketekunan hati, anda akan menjalani penelitian seperti beribadah. Di atas semua itu, jadilah sosok yang berfikir kritis dan politis. Jika anda tidak melakukan semua ini, anda tidak berhak melakukan penelitian, setidaknya sejauh yang saya ketahui,” papar Jonathan yang juga menekankan bahwa, semua itu harus dilakukan semata-mata karena kecintaan peneliti terhadap pencarian melalui penelitiannya.

Seperti diungkapkannya, sebagai peneliti kita juga memiliki kepentingan politis. Kepentingan politis di sini seperti kepentingan untuk melakukan sebuah perubahan kondisi masyarakat menjadi lebih baik.

Disiplin dan Yakin

Dalam proses berfikir dan menemukan topik penelitian menarik ini Jonathan menyebutnya sebagai sebuah pencarian spiritual. Yaitu saat di mana kehidupan seorang peneliti mulai berbaur atau berdamai sejenak dengan dunia yang bergerak menuju sebuah disiplin penelitian. Selain itu proses di mana peneliti berfikir bahwa membaca, menulis dan melakukan penelitian sebagai sikap iman yang saling berhubungan dan membutuhkan disiplin tersendiri untuk dipraktikkan. Karena menurutnya sebuah penelitian penting akan muncul, jika didukung dengan membaca
secara terus menerus, menulis dan kritis mempertanyakan suatu hal yang bermakna dengan sungguh-sungguh.

Selain itu Jonathan juga menyampaikan Lima hal penting. Di antaranya untuk tetap kritis, membaca lebih banyak untuk memperkaya dan meningkatkan sisi inteleksutalitas peneliti. Selain itu komitmen untuk terus menulis, baik itu catatan kecil maupun penyusunan proposal atau makalah, serta mau mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian tersebut.

“Semua itu merupakan tindakan iman yang mirip dengan doa, pengorbanan dan pahala dalam sejarah kehidupan peneliti. Untuk mencapai hadiah berkat atau suci tersebut, mengidentifikasi dan menyelesaikan sebuah proyek penelitian yang menarik, maka antara kegiatan membaca, menulis, mempresentasikan, dan mempublikasikan masing-masing saling terkait satu sama lain,” tuturnya.

Kendati demikian, dia tidak bermaksud mengatakan bahwa seseorang harus berdoa kepada Tuhan untuk membimbingnya menemukan sebuah topik penelitian. Meskipun, bagi sejumlah peneliti “do’a” adalah sebuah pilihan. Artinya dibutuhkan lompatan keyakinan bahwa peneliti harus memiliki intuitif dalam menetapkan topik yang layak. Membutuhkan enerji tersendiri untuk mewujudkannya sebagai penelitian tersebut dan relevansinya.

Menurutnya apapun agamanya seorang peneliti memerlukan keimanan dan kedisiplinan tersendiri. Upaya intelektual seperti mengidentifikasi dan menyelesaikan proyek penelitian yang benar-benar menarik, dia menyebutnya sebagai Tantric. Tantric adalah salah satu aliran dalam agama Budha. Inti dari Tantrisme adalah menggunakan simbol dan latihan yang terfokus pada mental untuk meningkatkan energi seseorang sebagai efek puja atau doa.

“Jika anda tidak dapat mempertahankan keyakinan itu, maka proyek Anda tidak akan terwujud. Bahkan jika itu terwujud mungkin tidak berpengaruh dalam hidup anda atau bahkan mungkin setelahnya. Ini tidak menjadi masalah. Yang penting adalah proses, profesionalisme seseorang dalam menyelesaikan tugas melalui tindakan presentasi dan publikasi jika mungkin,” jelas Jonathan.

Di sesi terakhir dari presentasinya, Jonathan menunjukk beberapa peserta berbagi cerita tentang pengalaman menemukan “kapow”-nya dan mempresentasikanya di depan peserta lainnya. Gagasan Jonathan ini ternyata membuat peserta semakin antusias menceritakan pengalamannya. Bahkan menurut sejumlah peserta, ternyata selama ini pada dasarnya kita telah merasakan “kapow”, hanya saja kita tidak menyadarinya karena kita belum mengenalnya. Dan di pelatihan inilah, kita mengenal istilah “kapow” atau mungkin kita cukup berteriak “AH-HAH!!!” atau bagaimana dengan anda? Silahkan gunakan istilah anda sendiri untuk
mengistilahkan bagaimana ide itu muncul menampar kita atau “kapow” dengan istilah yang kita bisa rasakan karena kita fahami.

(oleh Alimah, diangkat di rumahkitab )

Photo’s taken from Jonathan Zilberg’s facebook