yang ‘datang’ dan ‘mengubah’ ?
Selalu ada yang bermakna, ada yang perlu bertahan pada diri siapa pun dan dalam situasi apa pun, seperti misalnya kesetiaan dan keutuhan perkawinan. Bukankah selain ada filsuf Herakleitos (5 SM) yang menyatakan bahwa hidup adalah perubahan, dunia juga dilengkapi dengan filsuf Parmenides (5 SM) yang menyatakan bahwa senantiasa ada yang bertahan, ada yang tetap di balik perubahan itu.
Sebelum seseorang ‘mendesak’-ku menjawab pertanyaannya pada suatu malam, aku sudah terpuaskan dengan kalimat Parmenides. Setidaknya, untuk sejenak mampu mengantarku berpikir bijak. Ini tentang sesuatu rasa, ujarnya, yang ‘datang’ tiba-tiba lalu ‘mengubah’ sebuah ‘tatanan’ secara perlahan. Sesuatu itu adalah rasa yang biasanya disimpulkan sebagai “cinta”. Sekilas terlihat gegabah menyimpulkannya sebagai sebuah cinta, apalagi rasa itu muncul tak terduga pada jiwa yang sudah berkomitmen dengan sosok lain yang lebih tepat. Sekilas, memberi jedah pada diri untuk berkutat dalam rasa semacam ini memang terkesan sangat tidak produktif. Setidaknya demikian bagiku ketika rasa-rasa semacam ini muncul. Namun inilah yang terjadi, bisa jadi hampir semua jiwa merasakannya, sanggah seseorang tersebut. Apalagi seorang perempuan yang mengalaminya, lanjutnya. Lalu kami, para perempuan, mencoba menggali lebih dalam, jawaban yang tepat untuk memuaskan rasa heran kami.
Dia, sahabat perempuanku, ini masih dengan pertanyaannya tentang bagaimana bisa seseorang yang telah memiliki suami yang begitu menyayanginya tiba-tiba hatinya menaruh simpati pada lelaki lain? Aku tidak bisa asal menebak, namun berdasarkan obrolanku bersama sejumlah sahabat perempuanku, pertanyaan ini akan muncul pada siapa saja baik lelaki maupun perempuan. Bahkan seorang sahabat yang sudah berumah tangga cukup lama dan memiliki anak-anak yang telah tumbuh dewasa, ia mengaku sering sekali mengalami rasa semacam ini. Ia mengistilahkannya sebagai “riak-riak” dalam rumah tangga. Bahkan sepanjang menjalani rumah tangga, sudah tak terhitung berapa kali rasa semacam itu mendatanginya. Tidak bisa dipungkiri, pengalaman adalah guru terbaik kehidupan. Maka sepertihalnya ketika aku mengalami kegundahan yang sama, kami pun tak berhenti untuk memuaskan rasa ingin tahu kami mengapa hal semacam ini bisa terjadi. Termasuk ketika salah seorang kawan yang lain bercerita, bahwa seorang manusia bisa jatuh cinta pada siapa pun dan dalam situasi apa pun, tanpa perlu mempersoalkan mengapa tiba-tiba ia jatuh cinta. Persoalan klasik seperti jatuh cinta lagi pun semakin mendapatkan momentumnya di tengah-tengah dunia yang cepat berubah dan tidak pasti ini. Godaan atau tawaran pesona duniawi pun sering datang sehingga banyak orang sering melupakan bahwa sebenarnya selalu saja ada yang tetap, ada yang bertahan.
Inilah yang sering dilupakan para pendukung suatu perubahan, sehingga tidak aneh jika persoalan klasik jatuh cinta lagi, perselingkuhan, perceraian selalu berulang atau makin sering terjadi. Persoalan jatuh cinta lagi bagi mereka yang telah memasuki rumah perkawinan itu hanyalah satu contoh betapa manusia selalu terlibat dalam ketegangan antara kutub perubahan dan ketetapan, sebagaiman diskusi dua filsuf klasik Yunani mengenai dua prinsip yang mendasari kehidupan itu.
Mengapa orang bisa jatuh cinta lagi?
Ia memulainya dengan pertanyaan mendasar itu. Juga tentang mengapa mesti melanjutkannya dalam perselingkuhan, entah diam-diam atau terang-terangan, dan mengancam perkawinannya? Untuk menjawabnya, aku sangat terpuaskan oleh salah satu uraian dari yayasan Lumbini yang coba kuurai singkat. Menurut artikel ini, bisa saja itu terjadi dikarenakan setiap orang punya peta cintanya sendiri, yaitu semacam panduan batin yang menuntun orang untuk memilih teman hidupnya. Peta cinta yang merupakan suatu prototype tertentu dalam gambaran batinnya, seperti apa lawan jenis yang disukainya. “Kamu adalah tipe ideal saya.” Itulah Wanita Idaman Lain (WIL) saya atau Pria Idaman Lain (PIL) saya. Seperti ahli pasikonalisa, Carl Gustav Jung (1875-1961), The Undiscovered Self, (1968), dalam diri setiap manusia itu terkandung dua prinsip yang saling berlainan namun saling melengkapi, yaitu prinsip anima (prinsip feminim) dan animus (prinsip maskulin). Selain itu, setiap orang juga memiliki typus idealnya termasuk terhadap lawan jenisnya. Karena itu, bisa jadi bahwa WIL seseorang adalah typus ideal dan prinsip anima yang terdapat dalam diri seorang laki-laki, dan PIL seseorang adalah typus ideal dari prinsip animus yang terdapat dalam diri seorang wanita.
Tipe ideal itu tidak selalu hanya menyangkut fisik saja, namun juga bisa menyangkut kualitas-kualitas atau sifat-sifat tertentu. Ada lelaki yang lebih suka pada wanita keibuan, pada perempuan yang atraktif, pada perempuan yang berdada besar atau berpanggul lebar, dan seterusnya. Begitu juga dengan perempuan. Ada yang lebih suka tipe pria kerempeng, pria berotot, yang tepos atau berdada bidang atau lebih tertarik pada pria kebapakan.
Setiap orang memiliki tipe idealnya. Karena itu masing-masing orang memiliki ciri khasnya dan tipe-tipe lawan jenisnya tersendiri. Apabila perangai-perangai ini dikombinasikan maka akan terdapat banyak macam perangai, dan mungkin dalam diri setiap manusia pun mengandung perangai-perangai itu. Namun biasanya juga mungkin hanya ada salah satu atau beberapa saja perangai yang menonjol dan sangat dominan pada diri seseorang.
Begitu beragamnya tipe-tipe seseorang, sehingga tidak mudah mendapatkan pasangan yang sungguh-sungguh ideal. Karena itu dalam perkawinan bisa jadi tidak semua orang berhasil mengabulkan peta cintanya. Tidak semua orang menikah dengan orang menurut gambaran peta cintanya. Temyata banyak suami atau istri menemukan sosok dan pribadi yang tidak sesuai dengan peta cintanya justru setelah terlanjur menikah.
Jatuh Cinta dan Selingkuh
Kegagalan lelaki dan perempuan menemukan tipe idealnya pada istri atau suaminya inilah yang berpotensi menjadi bom waktu perkawinan jika suatu hari suami atau istri punya peluang jatuh cinta dengan orang yang punya tipe persis sama seperti gambar dalam peta cintanya. Peta cinta yang mencerminkan kekasih ideal, kekasih idamannya.
Maka itu, wajariah kalau orang bisa jatuh cinta lagi, meski barangkali perkawinannya itu sendiri berjalan dengan baik dan bahagia. Tidak mustahil suami atau istri yang tampaknya baik dan setia itu temyata memiliki WIL (Wanita Idaman Lain) atau PIL (Pria Idaman Lain).
Kemungkinan untuk jatuh cinta lagi itu terbuka bagi setiap pasangan. Perkawinan yang bahagia dan moral yang kuat pun belum menjamin orang itu tak jatuh cinta lagi. Masalahnya mungkin bukan karena sengaja atau memang kepingin menghancurkan perkawinan, tapi soalnya karena situasi dan kondisilah, baik internal-dalam diri maupun eksternal-lingkungan yang bisa memungkinkan orang itu terjatuh.
Jatuh cinta lagi itu meski tampaknya wajar dan bisa dimengerti, namun berbahaya bagi keutuhan perkawinan, dan ini bisa diibaratkan seperti kehadiran virus dalam tubuh yang sukar dicegah. Virus ini dapat masuk dan segala pintu: ruang kerja, business dinner, kampus, tempat kursus, jaian-jalan luar negeri, tempat ibadah, ruang kelas, sampai di rumah sendiri pun bisa ditembus olehnya. Sepertinya setiap suami itu diincar oleh seribu perempuan lain, begitu pula istri pun banyak yang mengincar.
Harold Bessel Ph.D, yang banyak menekuni soal-soal cinta dan pilihan teman hidup mengungkapkan bahwa unsur atraksi romantic (romantic attraction), dan kematangan emosi (emotional maturity) sebagai faktor yang juga ikut menentukan mutu suatu perkawinan dan menjadi bahan pertimbangan bagaimana orang memutuskan pilihan teman hidupnya. Tiadanya kedua atau salah satu dari unsur tersebut dapat menggoyahkan perjalanan perkawinan.
Mungkin saja suatu hari suami maupun istri menemukan atraksi romantiknya pada perempuan atau lelaki lain. Keterpikatan dalam pertemuan lelaki-perempuan yang sudah bersuami atau beristri tersebut punya makna erotik dan terasa menemukan peta cintanya. Perempuan atau, pria ideal yang sesuai dengan peta cintanya dan tidak ditemui dalam hidup perkawinannya, sehingga membuatnya jatuh cinta dan membawanya ke jenjang perselingkuhan dan perkawinan.
Tidak Semua dan Tidak Selalu
Peluang untuk jatuh cinta dan jatuh cinta lagi seperti itu memang besar sekali. Bisa saja terus berulang saban kali suami atau istri bertemu dengan tipe idealnya lagi. Tetapi, sebagaimana kehidupan mumi dan suci itu dimungkinkan meski banyak cobaan dan godaan, tentu saja tidak semua orang haras mengumbar emosinya sehingga peluang jatuh cinta lagi itu haras dijadikan kenyataan.
Tidak selalu suami atau istri yang memiliki pasangan bukan idealnya merasa dibenarkan untuk jatuh cinta lagi dan mengadakan perselingkuhan. Keterlibatan orang dengan agama, etika, adanya rasa kesetiaan, sikap dan pandangan hidup yang bijaksana, menjadikan mereka kuat untuk tidak jatuh cinta lagi atau berselingkuh.
Godaan dan Jalan Kesempurnaan
Pada umumnya dalan sepanjang hidup perkawinan, hampir mustahil pasangan hidup itu dapat selalu berjalan di jalan yang mulus tanpa hambatan dan godaan. Setiap suami atau istri tampaknya akan merasakan untuk jatuh cinta kembali, atau mungkin ditaksir dan menaksir kembali oleh perempuan atau lelaki lain.
Untuk itu, bila saat untuk jatuh cinta lagi itu datang, hendaknya suami atau istri siap dan dapat memahaminya. Tidaklah harus terkejut atau menjadi histeris karenanya, namun sebaiknya dapat menyikapinya sebagai fenomenan yang mungkin dapat terjadi dan pandanglah lebih dulu sebagai godaan, tantangan yang harus dihadapi.
Di situlah barangkali letak seninya hidup perkawinan. Godaan harus dihadapi bahkan sebelum dia datang. Bila jeli dan waspada sebenarnya malapetaka perkawinan yang bersumber dari jatuh cinta lagi itu tidaklah datang mendadak dan tiba-tiba. tapi perlahan-lahan. Bukankah the devils comes in small steps?
Meski virus perkawinan itu lihai dan licin, betah dan sabar membidik mangsanya secara perlahan-lahan, sesungguhnya dia dapat dideteksi dan ditangkal seawal mungkin. Dengan kewaspadaan dan niat, kehendak (cetana) yang sungguh-sungguh mnau menghindari, serta mencermati untuk tidak membiarkan dan menciptakan kondisinya, maka virus itu tidak akan dapat menuntut untuk berkembang biak. Bila pasangan anda itu baik dan setia meski mungkin bukan tipe ideal, mengapa harus jatuh cinta lagi kepada orang lain dan meneruskannya ke jenjang perselingkuhan atau perkawinan? Cobalah limpahi pasangan anda yang baik dan setia itu dengan kehangatan, perhatian, dan penghargaan.
Dengan demikian, mungkin dia justru akan jatuh cinta lagi bukan kepada wanita, istri atau lelaki, suami orang lain melainkan kepada anda sendiri. Apakah bukan lebih bak buat dia jatuh cinta kembali kepada anda atau membuat diri anda jatuh cinta kembali kepadanya.
Mungkin pada awalnya memang banyak perkawinan yang didasari oleh semata kecantikan dan kemegahan lahiriah dan gairah seks saja, sebagaimana dengan kehendak dari banyak orang dalam memasuki perkawinan hanya semata untuk dapat bergaul secara seksuil. Namun, dalam perjalanannya. keindahan daya tarik seksuil itu semakin memudar dan tidak lagi menjadi misteri yang mempesona, dan dalam sisi yang lain, sifat, watak, kepribadian lah yang akan menjadi taruhannya.
Lebih dari itu, sesungguhnya yang sangat ideal, yang sempurna dan bernilai 100 dalam hidup perkawinan dan juga dalam realitas tidaklah selalu ada. Yang ada adalah upaya memperjuangkan dan mewujudkannya. Bila daya tarik fisik mungkin telah tidak mempesona lagi, bukankah masih banyak segi-segi lainnya dari sisi dalam atau pribadi pasangan yang masih menawarkan pesona misterinya dan masih dapat digali, diselami. Sumur yang dalam dan menyimpan air yang jernih dan pribadi yang penuh misteri itu tidak akan habis digali walau setiap hari ditimba dan diselami.
Masing-masing memang manusia mengandung misterinya sendiri yang tak habis diselami. Menyelami misteri pribadi pasangan akan membangkitkan kembali keterpesonaan terhadap sosok pasangan itu. Langkah ini mungkin dapat diawali oleh sebuah pertanyaan yang mencerahkan yang muncul di tengah malam ketika memandang dia berbaring, “siapakah orang ini sesungguhnya yang setia menemani saya selama bertahun-tahun?”
Meski barangkali orang memasuki perkawinan untuk menyempumakan dirinya dengan hidup berpasangan namun hidup perkawinan itu sendiri bukanlah sebuah kesempurnaan. Adalah perjuangan kita untuk meningkatkan yang serba terbatas dan belum sempurna.
hola sis.
seperti biasa, tulisan sobat satu ini, selalu berreferensi lengkap untuk setiap pernyataan yang dituliskannya.
saya mencoba ikut komentar, semoga bermanfaat.
Sejak saya menikah, saya belajar bahwa lingkaran hidup saya adalah keluarga saya (saya, suami dan calon anak kami). Hidup yang berhak saya komentari, saya kritik, saya amati dan tanyakan 5W+1H-nya kepada suami saya dan bukan pihak lain.
Diluar itu? saya hanya penonton, saya tidak berhak berkomentar apalagi ikut berpihak kesalah satu pihak yang terlibat karena saya sama sekali tidak tahu apa yang terjadi diantara mereka dan masing2 pihak yang terlibat memiliki alasan dan pertimbangan sendiri ketika mengeluarkan pendapatnya. Saya menghargai kebebasan mereka mengeluarkan pendapat.
Juga mengenai WIL dan PIL dalam sudut pandang saya, semua hal ada sebab dan ada akibat. Para pelakunya lah yang bisa menganalisa asal muasal hal itu bisa terjadi dan mempertimbangkannya dengan akalnya tentang efek kaitannya dengan hidupnya dan kaitannya dengan orang lain yang sudah terlanjur ada disisinya.
Mereka yang paling tahu mereka ada di sisi yang salah atau sisi yang benar.
Sebelum saya mengalami pengalaman itu, hal yang terpikirkan dipikiran saya dan suami saya adalah menjaga semua keromantisan, kegombalan, kemesraan dan hal2 kecil yang membuat kita kembali sadar kenapa kita bisa jatuh cinta dan tergila2 padanya saat kita memutuskan untuk menjadi belahan jiwanya secara sah.
Menepis semua malu ketika saling memuji, saling mengagumi, saling menunjukkan betapa besar membuatnya tersenyum. Kenapa harus malu? Ini hidup kita yang kita coba pertahankan sampai sisa hidup kita :).
Para pelakunya lah yang tahu bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikan semua masalah dan jangan lelah berkomunikasi untuk bisa terus meningkatkan kualitas & cara berkomunikasi yang efektif.
Maaf bila ada yang kurang berkenan 🙂
Sukses selalu sis :).
LikeLike
mba Quini, terimakasih banyak atas responnya yg sangat cepat dan lengkap 🙂
bagi sejumlah orang memang hal semacam ini menjadi sangat penting, terutama bagi kita yg sdh berumahtangga. sebelum ini saya pernha posting tentang seorang perempuan yg sy temui di kereta,aku yakin mba Quin jg tdk jarang mndapat curhatan sjmlh teman baik laki2 maupun prmpuan tntng ini. jngnkn yg mobile-nya tinggi, yg di rmh sj trkdng mnglmi kgndhn smcm ini. sprtihalnya mba Quin, komunikasi dan kepercayaan bagi sy sngt penting. terutama sy yg slalu brjauhan dg suami. kepercayaan dlm hl ini nomor satu, sy tdk ingin mngtkn bhw sy lebih baik dlm manajemen hati, tp sy trs belajar sprti yg kau sebut “moderat”, sy ckp moderat dan bhkn mungkn terlalu moderat trhdp suami. aku mmberi suamiku kebebasan sepertihalnya suamiku memberiku kebebasan untuk tetap mnikmati dunianya tnp beban. pd satu saat dia bertemu dgku, nmn pd saat yg lain di luar sana dia akan bertemu beragam manusia termasuk prmpuan, tntu sj kita tdk mungkin mngikat jiwanya, jngnkan jiwanya, tubuhnya pun kita tdk bisa agar 24jm disamping kita. krn yg trpenting adalah komitmen untuk terus saling percaya. mungkin ini sulit ditangkap, tp maksudku adalh aku memberi kebebasan dg tetap mempercayainya,krn bntuk kebebasan yg kuberikan sbg wujud bhw aku percaya pdnya.bgitupun dia padaku, shingga kebaikan yg diberikannya dalam bentuk kebebasan mmbuatku slalu berpikir bijak untuk terus merasa beruntung dan bersyukur diberi kesempatan yang terus menerus bersamanya. sehngga ktika ada riak-riak yg muncul, bs dg mudah (meski tdk cepat) tertata lg. karena hal2 smcm itu hny sesaat.
berharap salah satu atau beberapa sahabatku sesama perempuan bisa berbagi di sini.
LikeLike
penting juga mengetahui bagaimana perspektif lelaki dalam soal ini. berikut adalah salah satu komentar Bong Jun (http://www.bongjun.com/), salah satu kawan bloger dari pulau Natuna, via facebooknya menyoal perselingkuhan dan semacamnya. terimakasih Bongjun sudah berbagi tentang ini. 🙂
berikut komentar BongJun:
“Ufs…sebuah tema yang cukup berat. Karena kita berhadapan dengan luasnya ruang pikir, ruang rasa dan tentunya ruang tafsir sebagai sebuah kesimpulan yang pada akhirnya harus diambil berkaitan dengan hubungan suami isteri. Sebuah kegelisahan yang telah berumur panjang. Lalu dari sudut mana tafsiran atas hal tersebut harus saya sandarkan ?
Ajaran islam yang saya yakini kebenarannya nampaknya satu-satunya sandarannya yang harus saya kedepankan. “Bahwa laki-laki adalah pemimpin” dalam sebuah rumah tangga. Namun lagi-lagi tafsiran yang secara sepintas menempatkan posisi lelaki seakan-akan “lebih tinggi” dari perempuan seringkali menjadi masalah yang besar bagi sebuah hubungan suami isteri. Nampaknya inilah yang menyebabkan pertanyaan-pertanyaan kritis dari tulisan sahabatku di atas muncul.
“Bahwa laki-laki adalah pemimpin” seringkali menjadi sebuah pembenaran atas dominasi peran laki-laki dalam rumah tangga yang justru membuat para istri tidak nyaman. Para ahli agama punya tanggung jawab yang besar untuk menjelaskan tafsir “yang benar” dari sepotong ayat suci tersebut yang berpotensi besar untuk disalahfahami / disalahgunakan. Sebuah tafsiran yang tentunya tidak boleh bertabrakan dengan azas bahwa semua manusia adalah sama dimata Tuhan. Bukankah hal ini adalah hal yang besar dan krusial ?
Namun secara pribadi dengan segala kekurangan, saya mencoba memahami Bahwa laki-laki adalah pemimpin tersebut dengan memimpin pasangan saya untuk menjadi mitra dialog yang sejajar dalam hal mengatasi setiap masalah kehidupan yang kami hadapi. Tidak jarang dalam hal tertentu, saya sebagai pemimpin rumah tangga justru malah menjadi sub-ordinat dari kesepakatan yang telah kami buat. Saya juga mencoba mengamati dan bertanya dari para sepuh di kampungku yang telah berhasil bertahan membina rumah tangga sampai ke akhir hayatnya. Hasil pengamatan tersebut ternyata bahwa rata-rata mereka yang sukses tersebut disimpulkan dalam kalimat singkat,…..rajin-rajinlah berbual (ngobrol) dengan isterimu.
Lalu bagaimana dengan hal “rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di halaman rumah kita ?” (PILWIL ) . Jika lelaki sebagai pemimpin berani memimpin perempuanya untuk sejajar dalam berdialog dalam segala hal. Insya Allah ternyata rumput di halaman rumah kita jauh lebih hijau daripada rumput di halaman rumah tetangga. Namun jika upaya tersebut sudah dilaksanakan namun masih juga rumput tetangga lebih hijau,….menurut saya hanya ada satu penjelasan dari hal tersebut. Bahwa kita ternyata tidak benar-benar meyakini dan takut dengan ancaman hukuman Tuhan terhadap masalah tersebut.
Dan sebenarnya saya hanya mau bilang bahwa ……Pupuklah komitmen berumah tangga dengan komunikasi yang setara. Kok jadi ribet begini hahaha. Salam dari pulau.xixixi”
LikeLike
Satu lagi komentar dari teh Irma Susanti yang sudah memiliki pengalaman berumahtangga selama belasan tahun. komentarnya ditulis di facebook karena terkendala blm bisa komntar langsung via blog (sepertinya memang aku harus resetting lg untuk komentar). Namun penglamannya sangat penting terkait persoalan ini. terimakasih teh Irma, alamat blog teh Irma: http://irmasenja.com
berikut adalah pengalaman teh Irma, semoga kita bisa belajar lebih baik lagi, selamat membaca 🙂
::::::::::::::
Seperti biasa jg saya selalu termenung memahami tulisanmu, dari segala sudut tulisanmu slalu membuat org berfikir jauh kedalam.
Tema yg dirimu bahas memang agak berat nih sahabat, tapi saya coba sedikit berbagi. Membaca komentar quinie saya setuju, tp mengingat ratu menikah belum lama jd mungkin pernikahan baginya sesuatu hal baru yg sdg2 indahnya dirajut.
Tahun ini pernikahan saya menginjak usia ke 13, betapa sudah lumayan panjang perjalanan kehidupan kami. Bukan perjalanan yang sulit tapi jg tidak mudah, ujian berkali-kali mengusik perjalanan rumah tangga kami. ujian tidak selalu ber\\’wajah\\’ PIL atau WIL. Terkadang kesempitan, ketegangan,ujian penyakit,dan lain-lain.
Tapi bohong rasanya kalau saya bilang hal-hal seperti itu tdk pernah menimpa kami, sedang kami adalah manusia biasa yg kita tahu bahwa hati kita bernama kalbu, fana dan mudah berubah. Ujian-ujian seperti itu ternyata lebih menguras perasaan, merasakan perubahan suami, menebak-nebak isi pikiran dan hatinya, mengendalikan perasaan saat beliau tdk disamping kita, berperang antara berfikir positif sdgkan pikiran negatif trus menghantui. bertahan,berfikir ,lalu berjuang merebut kembali apa yg sudah menjadi milik kita. Dan ketika ujian seperti godaan itu menghampiri saya, saya tahu bahwa hal ini wajar dan harus bisa dilewati. knp saya bilang wajar ? karena hal seperti ini bijsa terjadi pada siapapun, dgn latar manusia seperti apapun bisa mengalaminya. tinggal bagaimana kita menyikapinya.
Ketika godaan seperti itu hadir segera sadari perasaan yg hadir tdk pada tempatnya itu lalu abaikan, yakini bahwa tidak semua yg kita rasakan harus kita perturutkan. Kadang Tuhan menciptakan rasa seperti itu mungkin untuk menguji keteguhan hati kita pd komitmen berumah tangga. Godaan sebesar apapun saya selalu berfkr bahwa ini akan terlewati tinggal bagaimana kita menyikapinya. Berintrospeksi diri, banyak maklum pd kekurangan suami atau istri, bersyukur pd setiap kebaikan dan kelebihannya, menyadari kita mahluk yg penuh kekurangan,dan bersyukur untuk semua hal yg kita miliki, itu akan membuat kita kuat menghadapi godaan,akan membuat kita menghargai apa yg kita miliki tanpa berfkr yg lain.
Perbedaan usia kami lumayan jauh, sejujurnya kesukaan dan kmnksi kami kdg tidak nyambung. Tapi saya tahu pasti bagaimana besarnya rasa sayang beliau pd istrinya ini, dan keyakinan saya bahwa dia satu2nya imam bagi sy diluar beliau tipe ideal atau tdk,
menyadari itu sudah lebih dari cukup untuk menciptakan kehidupan yg bahagia. Saya selalu berfikir bahwa godaan akan selalu ada, apalagi dijaman keterbukaan sprti ini yg kita dgn mudah bertemu dan berinteraksi dgn bermacam orang. tp saya yakin bahwa ketika kita dan pasangan solid dan saling berniat menjaga, godaan sebesar apapun tdk akan mampu mengusik.
Sahabat,….. saya tidak bisa berbagi mengenai ini dgn bahasa2 dan istilah rumit, mngkn komentar saya tampak berlebihan. tapi inilah sudut pandang saya mengenai ini …. smg berkenan
LikeLike