suka kerupuk?

36037

Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa kerupuk ikan atau kerupuk udang merupakan oleh-oleh khas Cirebon. Padahal sebenarnya bukan produksi pengusaha kerupuk ikan . Melainkan dihasilkan oleh para Pengrajin kerupuk ikan di Kabupaten Indramayu. Ya, kerupuk ikan dan udang asal Indramayu seringkali diklaim sebagai produk khas tetangganya, yaitu Cirebon. Hampir semua produksi kerupuk yang dipasarkan di Cirebon, diproduksi di Indramayu. Tepatnya di Desa Kenanga, Blok Dukuh, Kecamatan Sindang-Kaupaten Indramayu. Selain dikonsumsi di wilayah Pulau Jawa, produksi kerupuk asal Desa Kenanga Indramayu juga sudah menembus pangsa pasar di luar Jawa hingga Singapura dan Malaysia.

Ini juga salah satu tulisanku yang belum sempat aku post-kan di blog ini. selain ini mungkin akan diceritakan berita Potensi Daerah lainnya. so, untuk beberapa kali posting, mungkin aku akan terus ngepost sampai simpanan tulisanku tentang daerah habis. setelah itu, aku selingi lagi dengan tulisan tentang persoalan perempuan. Okay, seperti biasa, aku share padamu kawan, tentunya dengan sedikit tambahan.

IMG_0069

Desa Kenanga Kabupaten Indramayu: Dianaktirikan Pemerintah, Menjadi Sentra Produksi Kerupuk Berkualitas

Belum tepat memasuki Desa Kenanga, kami seakan dipaksa untuk menutup indera penciuman kami. Jika tidak, bau tak sedap siap menyerang kami dari segala arah. “Karena kita belum terbiasa, apalagi bagi mereka yang baru memasuki Desa Kenanga”. Setidaknya itulah alasan kenapa kami harus menutup hidung, dari bau tak sedap dan menyengat di sekitar Sentra Kerupuk terbesar di Jawa Barat. Bau itu, menurut H Yusuf, salah satu pengusaha kerupuk merk Rajawali Desa Kenanga, berasal dari bau genangan air limbah produksi kerupuk. Bagaimana tidak, di atas lahan yang tidak cukup luas, hampir 50% lebih dimanfaatkan untuk aktivitas memproduksi kerupuk dengan beragam rasa dan aroma. Bau tidak enak itu, ternyata tak hanya menjadi kegelisahan para tamu yang baru menginjak Desa Kenanga. Melainkan telah cukup lama menjadi kegelisahan para pengusaha kerupuk setempat.

Dulu, lanjut dia, memang pernah ada upaya penanganan limbah yang dilakukan oleh pemerintah dengan memasang saluran pipa untuk menyaring limbah. Namun sudah bertahun-tahun pipanya terpasang, tapi sampai saat ini malah terbengkalai. Setelah itu Pemerintah belum ada tindakan lagi, hanya memasang pipanya saja.

Hal senada diungkapkan Tendi Subandi, salah satu tokoh masyarakat Desa Kenanga Blok Dukuh. Tendi bahkan mengaku pernah mengeluhkan hal serupa sampai ke tingkat DPRD, selain itu juga meminta kepastian kebijakan agar air limbah tidak mudah menggenang. “Jalan di sekitar Blok Dukuh ini, dulunya saluran. Kalau jalannya air ini mengalir terus, itu tidak ada limbah yang menggenang. Karena jalan airnya mati, maka ada limbah sedikit saja akan cepat menggenang. Ini pada dasarnya diakibatkan oleh keputusan Pemerintah yang merombak tambak di Bangki menjadi bendungan. Jelas setelah itu, air mulai menggenang,” paparnya ketika ditemui Blakasuta, di kediaman H Yusuf, pada Senin (16/2/09).

Tendi menambahkan, kedatangannnya ke DPRD beberapa tahun lalu bermaksud memprotes dan meminta kebijakan pemerintah untuk menutup air tersebut. Karena setelah tambak di Bangki dirombak menjadi bendungan, air limbah itu semakin menumpuk. Sehingga warga menginginkan agar air itu ditutup. Tapi dari Pemerintah Daerah (Pemda) menolak keinginan warga tersebut. Dengan alasan, akan segera diupayakan penanggulangan limbah. Padahal sampai saat ini, Pemda tidak mengupayakan apapun.

“Sekitar tahun 1980-an, perusahaan di sini sudah membuang limbah sehingga air tetap mengalir Yang menjadi biang masalah adalah tidak tersalurnya air di sini. Maka kalau lama kelamaan menggenang, bisa-bisa ini berpengaruh pada perusahaan. Bisa jadi perusahaan di sini ditutup dan tidak berkembang, selain itu kalau ada tamu, baunya tidak sedap dan orang akan merasa jijik. Alhasil, citra kami menjadi buruk. Padahal tamu kami banyak yang dari luar negeri.” Ungkap dia.

Asal Mula Pengusaha Kerupuk di Kenanga

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa para pengusaha kerupuk di Desa Kenangan Blok Dukuh dikenal sukses dengan usaha produksi kerupuknya. Kerupuk hasil produksi desa ini, dikenal enak dan empuk. Berbeda dengan kerupuk hasil produksi Sidoarjo Jawa Timur yang dikenal lebih awal oleh masyarakat. Kerupuk Sidoarjo terkenal dengan berbagai macam variasi bentuk, tapi dalam hal kualitas dan rasa, kerupuk produksi Kenanga lah yang lebih banyak dicari.

Seperti yang dikisahkan oleh H Yusuf. Kendati masih tergolong baru di antara para pengusaha kerupuk di Kenanga, namun dengan mudah produksi kerupuknya menjadi favorit. Tidak hanya di Jawa tapi juga luar Jawa. “Awalnya, proses saya untuk memasarkan memang tidak gampang. Karena sebelum produk saya masuk, produk lain sudah menguasai pasar. Produk lain itu tidak hanya dari Sidoarjo, tapi juga dari Desa Kenanga yang memang sudah dikenal,” ujar dia.

Namun dengan kegigihannya, dia mampu membuktikan bahwa kualitas kerupuknya lebih baik dari yang sudah ada. Para pengusaha kerupuk Desa Kenanga, awalnya hanya sebagai buruh pabrik kerupuk di Kota Indramayu yang dimiliki kaum China. Hingga akhirnya, ketrampilan membuat kerupuk itu dicoba sendiri di desanya dan berkembang hingga kini. Dari pengalaman yang cukup berhasil itu, para buruh tersebut berfikir untuk tidak lagi menjadi buruh. Ternyata niat mereka didukung dengan bangkrutnya pabrik kerupuk di kota.
“Pabrik di kota malah tidak berkembang, karena biaya untuk tenaga kerjanya lebih mahal, selain itu di Kenanga kebanyakan dibuat sendiri, dan dikembangkan sendiri. Sehingga di kota sekarang hanya mengambil dari kami yang sudah jadi,” tutur H Yusuf.

IMG_0027IMG_0054

Menurutnya, sudah sejak lama Kabupaten Indramayu menjadi salah satu sentra penghasil kerupuk ikan, yang banyak diproduksi di Desa Kenanga, Blok Dukuh, Kecamatan Sindang-Indramayu. Di desa tersebut terdapat sebuah perkampungan yang menjadi sentra penghasil kerupuk ikan. Saat ini ada sekitar 25 kepala keluarga (KK) yang terjun dalam bisnis pengolahan kerupuk ikan di kampung tersebut. Jumlah itu sudah jauh berkurang jika dibandingkan dengan masa sebelum krisis moneter (krismon), satu dekade silam. Sebelum Krismon jumlahnya mencapai 54 orang. Berbeda dengan di Cirebon, sudah tidak ada lagi industri pengolahan kerupuk ikan, karena kalah bersaing dengan pengusaha kerupuk Indramayu.

Meski pernah mengalami kemandegan produksi akibat kisis moneter di tahun 1997, namun para pengusaha tetap bangkit lagi karena desakan masyarakat dari pelanggan. “Namun yang berbeda, sekarang para pengusaha yang benar-benar produktif tinggal tersisa 35-an, selebihnya hanya pengusaha kecil-kecilan yang kurang produktif. Padahal dulu sebelum krisis masih 50-an pengusaha produktif. Tapi dari keuntungan, sekarang kami lebih baik dibanding sebelum krisis,” ujarnya berkisah.

Sejumlah merk kerupuk yang sudah dikenal di Desa Kenanga di antaranya: Dua Gajah, Indrasari, Padi Kapas, Kelapa Gading, Dua Mawar, Dua Gajah Putera, Candra Mawa, Sri Tanjung, Rajawali, Tulangga, dan Cap Kijang.

Kini para pengusaha kerupuk itu semakin sukses mengembangkan sayap, dan produksinya kian diminati masyarakat. Alhasil, membangun Desa Kenanga pun menjadi sebuah keniscayaan. Selain mendirikan koperasi untuk bahan baku pembuatan kerupuk. Para pengusaha ini juga secara swadaya berinisiatif mendirikan sarana pendidikan, yang sebelumnya tidak pernah ada di desa tersebut.

Pemerintah tidak Peduli

Menjadi salah satu desa yang dianaktirikan oleh pemerintah, ternyata telah lama dirasakan warga Desa Kenanga Blok Dukuh. Selain tidak pernah merasakan fasilitas pendidikan laiknya desa tetangga, desa ini juga dalam hal pembangunan sarana umum tak pernah mendapat perhatian pemerintah. “Desa kami ini benar-benar dianaktirikan oleh pemerintah, dulu sejak saya kecil, gedung sekolah pun tidak ada. Semua sarana umum baik sekolah, madrasah, dan masjid yang ada sekarang, adalah hasil swadaya warga dan para pengusaha kerupuk,” jelas Tendi bersemangat.

Padahal, lanjut dia, dulu kami sudah sering mengajukan ke Pemerintah untuk pendirian gedung sekolah. Tapi sampai saat ini tidak ada upaya dari Pemerintah, malah sekarang mereka menolak keinginan kami dengan alasan kami sudah tergolong mampu dan mandiri. Jadi kalau dulu dianggap belum berpotensi untuk dibantu, sekarang malah kami dianggap sudah mampu. “Jadi kalau berbicara apakah pemerintah atau tidak terhadap pembangunan di daerah ini, dengan tegas kami katakan tidak peduli,” tandasnya.

Bahkan terkait pemberdayaan para pengusaha yang ada, menurut Tendi yang lebih membantu adalah pihak PT Pertamina. Seperti halnya H Yusuf yang pernah benar-benar merasakan dibantu oleh program-program PT Pertamina. Diakui H Yusuf, PT Pertamina benar-benar membantu pengusaha yang masih kecil dan belum berkembang. Berbeda dengan Pemerintah, hanya mau membantu para pengusaha yang sudah sukses dan berkembang. “Mungkin agar pemerintah ikut-ikutan disebut sukses dengan programnya, kasarnya kecipratan suksesnya,” ujar H Yusuf dengan sedikit berseloroh.

“Ya, karena saya benar-benar menyaksikan betapa PT Pertamina tidak hanya membantu dana yang cukup banyak, tapi juga memberikan kami ketrampilan dalam pelatihan-pelatihan. Selain itu juga membantu memasarkan produk kami hingga ke luar negeri. Jadi luar biasa, ketika pemerintah melalaikan kami pengusaha kecil, Pertamina membina kami,” ungkap dia.

Berharap Segera Pemekaran

Makin padatnya penduduk di Desa Kenanga sudah tak terelakkan, mau tidak mau pemekaran harus dilakukan. Hal itu mengingat luas lahan Desa Kenanga Blok Dukuh, memang tidak berbanding dengan padatnya penduduk yang kian bertambah. Kepadatan tersebut tidak hanya diakibatkan karena sempitnya lahan serta munculnya pendatang yang bekerja, serta membangun rumah di Desa Kenanga. Tapi juga diakibatkan oleh tanah bengkok (tanah milik Carik Desa sebagai imbal penghasilan atas jabatannya di Pemerintahan Desa).

“Bukan kami tidak bisa bangun rumah, tapi karena memang tidak ada tanahnya, memang penduduk di sini pertumbuhannya sangat cepat. Karena orang kerja dan pendatang yang di sini menikah dengan orang sini dan tinggal di sini. Mereka bermigrasi. Tanah di sini kurang lebih 40 hektar.”

Tanah Bengkok tersebut sampai saat ini telah memakan sebagian dari luas lahan Desa Kenanga Blok Dukuh. “Jadi kami berharap, selain pemerintah segara mengabulkan keinginan kami untuk pemekaran, kami juga ingin membeli tanah bengkok itu agar menjadi milik warga. Karena sekarang sungguh sangat sumpek, bahkan karena kekurangan lahan, warga kami banyak yang membangun rumah di bantaran, di pinggiir sungai,” kata Tendi.

IMG_0035 pa Tendi dan pa Yusuf

Tendi telah mengajukan proposal pemekaran sejak tahun 2004. Namun mau tidak mau harus bersabar, karena menunggu daerah lain yang juga menginginkan hal serupa. Jika dilihat dari persyaratan pemekaran, tambah Tendi, Desa Kenanga sudah memenuhi. Lain halnya dengan Tendi sebagai tokoh masyarakat di Desa Kenanga. H Yusuf sebagai pengusaha, berharap agar Pemerintah lebih memperhatikan Desa Kenanga sebagai potensi yang seharusnya didukung dan dibina.

“Dan yang terpenting lagi, kami ingin jalan-jalan di desa kami diperbaiki lagi. Memang Pemerintah pernah memperbaiki di Tahun 2003, namun sekarang kami harus swadaya lagi agar lebih baik. Dibangun lebih tertata dan enak dilihat, seperti di Cibaduyut. Jadi ketika ada tamu datang, mereka terkesan dengan sentra produksi kerupuk kita. Kami juga ingin penanganan limbah segera diatasi.” Ungkap H Yusuf.